Sukses Budidayakan Apel

0Shar1327323618128557689
Pak Siswanto yang menunggu panen kedua apel di ladangnya pada bulan Maret 2012
Aceh Tengah dikenal sebagai sentra produksi kopi arabika gayo. Setiap hamparan yang terlihat, semuanya ditumbuhi oleh hijauan pohon-pohon kopi yang diselingi dengan lamtoro sebagai tanaman pelindung. Masyarakat yang sudah terlanjur “nyaman” dengan tanaman kopi, sulit untuk diajak melakukan diversifikasi tanaman.
Dialah Siswanto (51) seorang pionir tanaman apel, lelaki kelahiran Desa Bulu Kerto Kabupaten Malang yang menjadi transmigran ke kawasan Despot Linge Aceh Tengah sejak tahun 1995. Dia berani melakukan sebuah terobosan yang dianggap tetangganya ganjil, yaitu mengganti tanaman kopi arabika dengan apel.
1327323722840149793
Pak Siswanto dengan rumahnya yang cukup sederhana di Desa Depot Linge Aceh Tengah, tetapi sukses membudidayakan apel di belakang rumahnya.
Saat pertama kali menjadi transmigran di kawasan Despot Linge, Siswanto yang akrab dipanggil Pak Sis menanami lahannya dengan tanaman kopi. Namun ketika konflik Aceh memanas tahun 2000, dia bersama keluarganya terpaksa eksodus kembali ke Malang Jawa Timur.
Kemudian, setelah kondisi keamanan mulai membaik sekitar tahun 2004, dia kembali lagi ke Aceh Tengah. Sayang, tanaman kopi beserta rumahnya sudah hancur semuanya sehingga terpaksa Pak Sis menumpang di rumah tetangga. Dia harus memulai usahanya dari nol kembali.
Dalam perjalanan dari Malang ke Aceh, Pak Sis membawa empat batang bibit apel. Setelah tanaman apel dibudidayakan di lahan Despot Linge, akhirnya berkembang menjadi enam belas batang. Saat itulah Pak Sis makin yakin dan konsisten bertahan sebagai satu-satunya petani apel di Aceh.
Kini, diatas lahan seluas 1,5 hektar, seluruhnya ditanami dengan tanaman apel dari berbagai jenis. Tanaman apel yang dikembangkannya terdiri dari jenis apel manalagi, ana, rome beauty, australia dan wangling. Setiap kali panen apel, Pak Sis mengaku bisa memperoleh penghasilan sebesar Rp. 8 juta. Dari hasil beberapa kali panen apel, dia telah mampu membeli dua buah mobil dan memiliki rumah sendiri meski masih sangat sederhana.
Keberhasilan Pak Sis membudidayakan apel mendorong sejumlah petani lain belajar kepadanya. Sebelumnya, dia pernah dicibir oleh petani lain ketika pertama kali menanam apel. Mereka pesimis jika apel yang dibudidayakan Pak Sis akan berbuah. Mereka bahkan mengatakan, memangnya ini Jepang, Virginia, Seattle sehingga tanaman apel bisa tumbuh subur dan berbuah.
13273238901569855004
Apel Pak Siswanto yang akan memasuki masa panen kedua pada bulan Maret 2012.
Pernah Pak Sis memberikan beberapa bibit apel kepada tetangganya untuk dibudidayakan, sayang bibit apel itu dijadikan tanaman pagar karena dianggap tidak pernah akan berbuah. “Jika di Malang tanaman apel bisa berbuah, masa sih di Gayo yang lebih dingin tidak mungkin berbuah,” ungkap Pak Sis saat bincang-bincang dengan kompasianer sore tadi.
Pembeli apel dari kebun Pak Sis bukan hanya warga Kabupaten Aceh Tengah, sebelum masuk masa panen, apel ini sudah dipesan oleh langganannya dari Medan, Lhokseumawe dan Banda Aceh. Mereka suka apel ini karena tidak menggunakan pengawet seperti apel yang berasal dari luar negeri. Apel Pak Sis masih segar dan alami, harganya sekitar Rp.25 ribu per Kg. Akhir Desember 2011 lalu, panen pertama sudah selesai, kini sedang menunggu panen kedua yang diperkirakan pada bulan Maret 2012.
Disamping membudidayakan tanaman apel, Pak Sis juga memiliki kebun kopi seluas 3 hektar. Isterinya Sri Suyati membuka kios kecil-kecilan dirumahnya yang sederhana. Akhirnya Pak Sis menjadi contoh sebagai petani yang berani tampil beda dengan diversifikasi tanaman. Terbukti sudah, akhirnya Pak Sis sukses membudidayakan apel Malang di lahan yang berada pada ketinggian 2000 meter dari permukaan laut.

sember http://ekonomi.kompasiana.com/

0 komentar:

Posting Komentar